Jumat, 10 Februari 2012

Askep Gangguan Nutrisi

Pengertian :
Keadaan individu yang mengalami kelebihan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolic.
Tujuan :
Mengatasi masalah kelebihan nutrisi
Kriteria ;
BB dalam rentang normal
Pola aktivitas meningkat dan sesuai dengan asupan kalori
Hasil laboratorium indicator status nutrisi dalam rentang normal (albumin, Hb, glukosa)


Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nurisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d.
- Asupan yang berlebih
- Pola makan disfungsional
- Kurangnya latihan fisik
Tindakan Keperawatan :
- Kaji factor yang berkaitan dengan kenaikan berat badan klien
- Bantu pasien untuk menyesuaikan diit dengan gaya hidup dan tingkat aktivitas
- Ajarkan pola nutrisi dan pola aktivitas yang sesuai dengan klien
- Lakukan penimbangan berat badan
- Jelaskan pada klien dan keluarga jenis nutrisi yang sesuai untuk klien
Kolaborasi :
- Berikan terapi medikamentosa sesuai program

Askep Jiwa

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006).
Rumusan diagnosis menurut Keliat (2006) dapat berupa:
Problem (masalah): nama atau label diagnosa.
Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari pengkajian.
Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan.
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu:
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

ASKEP BERDUKA DISFUNGSIONAL


Pengkajian
Data yang dapat dikumpulkan adalah:
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
Diagnosa keperawatan: Berduka disfungsional
Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang dirasakan dimana individu tetap terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode waktu yang terlalu lama, atau gejala berduka yang normal menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat yang mengganggu fungsi kehidupan.
Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”)
  • Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk individu
  • Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan multiple yang belum terselesaikan)
  • Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan
  • Tidak adanya antisipasi proses berduka
  • Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan konsep kehilangan.

ASKEP GANGGUAN POLA TIDUR


DEFINISI
Gangguan pola tidur adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami, Perubahan jumlah/kualitas pola tidur dan istirahat sehubungan dengan keadaan biologis atau kebutuhan emosi.
Pengkajian :
Kebiasaan tidur sehari-hari
Kebutuhan istirahat
Keadaan saat ini

TANDA-TANDA GANGGUAN TIDUR
DO :
Wajah nampak kurang bergairah (letih,lesu, lemah)
Prestasi kerja menurun/kurang konsentrasi
Gelisah, sering menguap
Mudah tersinggung
Ada bayangan hitam di bawah mata
Pada bayi suka menangis dan rewel
DS :
Klien merasa lesu, mengantuk sepanjang hari
Mengeluh susah tidur, kurang istirahat
Pandangan dirasa kabur, mata berkaca-kaca
Emosi meningkat, mudah marah/tersinggung
Kepala pusing, berat
Mengeluh sering terbangun

Ketidakefektifan Koping Individu


Batasan karakteristik :
  • Gangguan tidur
  • Penyalahgunaan bahan kimia
  • Penurunan penggunaan dukungan social
  • Konsentrasi yang buruk
  • Kelelahan
  • Mengeluhkan ketidakmampuan koping
  • Perilaku merusak terhadap diri/orang lain
  • Ketidakmampuan memenuhi harapan peran
Factor yang berhubungan :
  • Perbedaan gender dalam strategi koping
  • Tingkat percaya diri tidak adekuat
  • Ketidak pastian
  • Support social tidak efektif
  • Krisis situasional / maturasional
  • Derajat pengobatan tingkat tinggi

Resiko Defisit Volume Cairan


Definisi : Penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intrasellular. Ini mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium
Batasan Karakteristik :
-    Kelemahan
-    Haus
-    Penurunan turgor kulit/lidah
-    Membran mukosa/kulit kering
-    Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi
-    Pengisian vena menurun
-    Perubahan position mental
-    Konsentrasi urine meningkat
-    Temperatur tubuh meningkat
-    Hematokrit meninggi
-    Kehilangan berat badan seketika (kecuali pada third spacing)

Defisit Perawatan Diri


Definisi :Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL pada diri
Batasan karakteristik : ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting
Faktor yang berhubungan : kelemahan, kerusakan kognitif atau perceptual, kerusakan neuromuskular/ otot-otot saraf
NOC Label :
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil :
-  Klien terbebas dari bau badan
-  Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
-  Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

GANGGUAN KECEMASAN

Kecemasan merupakan hal yang normal terjadi pada setiap individu, reaksi umum terhadap stress kadang dengan disertai kemunculan kecemasan. Namun kecemasan itu dikatakan menyimpang bila individu tidak dapat meredam (merepresikan) rasa cemas tersebut dalam situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan yang berarti.

Kecemasan dapat muncul pada situasi tertentu seperti berbicara didepan umum, tekanan pekerjaan yang tinggi, menghadapi ujian. Situasi-situasi tersebut dapat memicu munculnya kecemasan bahkan rasa takut. Namun, gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas tersebut terus berlangsung lama, terjadi perubahan perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme tubuh.

ASUHAN KEPERAWATAN TERAPI WICARA


ASUHAN KEPERAWATAN
Sebelum memberikan terapi wicara pada pasien, penting dalam melakukan pengkajian
dan menentukan jenis/macam gangguan wicara. Dalam proses pengkajian ini peran
perawat sangatlah penting, walaupun dalam pelaksanaan terapi wicara merupakan
tindakan kolaborasi, perawat tetap dituntut dapat melakukan pengkajian yang tepat, cepat
dan cermat sehingga dapat didentifikasi jenis gangguan wicara dengan tepat.
(http://www.holistic-online.com/Remedies/Heart/stroke_conv_rehab.htm,)
Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan sebelum, selama dan sesudah dilakukan terapi wicara,
meliputi:

pertahanan tubuh terhadap infeksi


kInfeksi adalah suatu kondisi penyakit akibat masuknya kuman pathogen atau mikroorganisme lain ke dalam tubuh sehingga menimbulkan gejala tertentu. Apabila pada suatu jaringan terdapat jejas akibat trauma, bakteri, panas, ataupun bahan kimia, pada jaringan tersebut akan terjadi perubahan sekunder yang disebut peradangan.

A.    Mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi

Normalnya, individu memiliki mekanisme pertahanan yang akan melindungi tubuh dari infeksi. Mekanisme pertahanan tersebut digolongkan menjadi dua yaitu :
1.      Nonspesifik
Meliputi barier anatomis dan fisiologis serta respons inflamasi.
a.       Barier anatomis dan fisiologis
Kulit dan membrane mukosa yang utuh merupakan garis pertahanan pertama terhadap mikroorganisme. Sekresi normal yang bersifat asam pada kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri.
b.      Respons inflamasi
Inflamasi adalah status respons pertahanan yang sifatnya local dan nonspesifik terhadap agens infeksius. Respons ini dicirikan dengan 5 tanda yaitu nyeri, bengkak, kemerahan, panas, dan kerusakan fungsi pada bagian tersebut. Agens penyebab cedera dikategorikan menjadi agens fisik, agens kimia, dan mikroorganisme. Secara umum respons inflamasi dibagi atas 3 tahap yaitu, respons vascular dan seluler, produksi eksudat, dan fase perbaikan.

Kolesistitis


A.    Definisi


Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut
dinding kandung
empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas
badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001). Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya
merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara
tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa (
www.medicastore.com). Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,
yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat
(www.medicastore.com). Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu (biasanya untuk relief batu empedu sakit)

GBS


Apa itu GBS?
GBS adalah penyakit langka yang menyebabkan tubuh menjadi lemah kehilangan kepekaan yang biasanya dapat sembuh sempurna dalam hitungan minggu, bulan atau tahun. GBS mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain (baca Gilan) dan Barré (baca Barre), yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis. Penyakit ini menjangkiti satu dari 40,000 orang tiap tahunnya. Bisa terjangkit di semua tingkatan usia mulai dari anak-anak sampai dewasa, jarang ditemukan pada manula. Lebih sering ditemukan pada kaum pria. Bukan penyakit turunan, tidak dapat menular lewat kelahiran, ternfeksi atau terjangkit dari orang lain yang mengidap GBS. Namun, bisa timbul seminggu atau dua minggu setelah infeksi usus atau tenggorokan.

Diabetes


Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin. Penyakit ini menjadi beban besar bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian di Indonesia baik secara langsung melalui komplikasi-komplikasinya. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak yaitu luka. Luka diabetes yang tidak dirawat dengan baik akan berkembang menjadi ulkus gangren. Gangren diabetes memiliki laju amputasi yang cukup tinggi berkisar antara 15-30% sedangakan angka kematian berkisar antara 17-32%.

KONSEP IMMOBILISASI



Immobilisasi merupakan suatu keadaan di mana  seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan atau aktifitas misalnya pada ekstremitas, dan sebagainya.
B.     Definisi
Immobilisasi merupakan suatu kondisi yang relative. Maksudnya, individu tidak hanya kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya. Ada beberapa alas an dilakukannya imobilisasi :
1.      Pembatasan gerak yang bertujuan untuk pengobatan atau terapi.
2.      Keharusan, ini biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan primer.
3.      Pembatasan secara otomatis sampai dengan gaya hidup.
Jenis imobilisasi
Secara umum ada beberapa macam imobilisasi yaitu :
1.      Imobilisasi fisik
Kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh factor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2.      Imobilisasi intelektual
Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
3.      Imobilisasi emosional
Kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai.
4.      Imobilisasi sosial
Kondisi ini bisa menyebabkan penurunan interaksi sosial yang sering terjadi akibat penyakit.

Anemia

Apa Anemia Itu?
Anemia adalah kekurangan hemoglobin (Hb). Hb adalah protein dalam sel darah merah, yang mengantar oksigen dari paru ke bagian tubuh yang lain.
Anemia menyebabkan kelelahan, sesak napas dan kepusingan. Orang dengan anemia merasa badannya kurang enak dibandingkan orang dengan tingkat Hb yang wajar. Mereka merasa lebih sulit untuk bekerja. Artinya mutu hidupnya lebih rendah.
Tingkat Hb diukur sebagai bagian dari tes darah lengkap (complete blood count/CBC). LihatLembaran Informasi (LI) 121 untuk informasi lebih lanjut tentang tes laboratorium ini.
Anemia didefinisikan oleh tingkat Hb. Sebagian besar dokter sepakat bahwa tingkat Hb di bawah 6,5 menunjukkan anemia yang gawat. Tingkat Hb yang normal adalah sedikitnya 12 untuk perempuan dan 14 untuk laki-laki.
Secara keseluruhan, perempuan mempunyai tingkat Hb yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Begitu juga dengan orang yang sangat tua atau sangat muda.
Apa Penyebab Anemia?
Sumsum tulang membuat sel darah merah. Proses ini membutuhkan zat besi, serta vitamin B12 dan asam folatEritropoietin (EPO) merangsang pembuatan sel darah merah. EPO adalahhormon yang dibuat oleh ginjal.
Anemia dapat terjadi bila tubuh kita tidak membuat sel darah merah secukupnya. Anemia juga disebabkan kehilangan atau kerusakan pada sel tersebut. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan anemia:
  • Kekurangan zat besi, vitamin B12 atau asam folat. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan jenis anemia yang disebut megaloblastik, dengan sel darah merah yang besar berwarna muda (lihat LI 121)
  • Kerusakan pada sumsum tulang atau ginjal
  • Kehilangan darah akibat perdarahan dalam atau siklus haid perempuan
  • Penghancuran sel darah merah (anemia hemolitik)
Infeksi HIV dapat menyebabkan anemia. Begitu juga banyak infeksi oportunistik (lihat LI 500) terkait dengan penyakit HIV.
Beberapa obat yang umumnya dipakai untuk mengobati HIV dan infeksi terkait dapat menyebabkan anemia.
Anemia dan HIV
Dahulu, anemia berat jauh lebih umum. Lebih dari 80% yang didiagnosis AIDS mengalami anemia dengan tingkat tertentu. Orang dengan penyakit HIV lebih lanjut, atau dengan jumlah CD4 lebih rendah, lebih mungkin mengalami anemia.
Angka anemia menurun setelah Odha mulai memakai terapi antiretroviral (ART). Anemia berat jarang terjadi di negara maju. Namun ART belum memberantas anemia. Satu penelitian besar menemukan bahwa kurang lebih 46% pasien mempunyai anemia ringan atau sedang, walaupun sudah memakai ART selama satu tahun.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan angka anemia semakin tinggi pada Odha:
  • Jumlah CD4 yang lebih rendah (lihat LI 124)
  • Viral load yang lebih tinggi (lihat LI 125)
  • Tingkat vitamin D yang lebih rendah
  • Memakai AZT (lihat LI 411)
  • Memakai pengobatan untuk hepatitis C (lihat LI 680)
  • Pada perempuan
Kelanjutan penyakit HIV kurang lebih lima kali lebih umum pada orang dengan anemia. Anemia juga dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Mengobati anemia tampaknya dapat menghapuskan risiko ini.
Bagaimana Anemia Diobati?
Mengobati anemia tergantung pada penyebabnya.
  • Pertama, mengobati perdarahan kronis. Ini mungkin perdarahan dalam, wasir, atau bahkan sering mimisan
  • Kemudian, memperbaiki kelangkaan zat besi, vitamin B12 atau asam folat, jika ada
  • Berhenti memakai, atau mengurangi takaran obat penyebab anemia
Pendekatan ini mungkin tidak berhasil. Mungkin mustahil berhenti memakai semua obat yang menyebabkan anemia. Dua pengobatan lain adalah transfusi darah dan suntikan EPO.
Transfusi darah dahulu satu-satunya pengobatan untuk anemia berat. Namun, transfusi darah dapat menyebabkan infeksi dan menekan sistem kekebalan tubuh. Transfusi darah tampaknya mengakibatkan kelanjutan penyakit HIV yang lebih cepat dan meningkatkan risiko kematian pada Odha.
EPO (eritropoietin) merangsang pembuatan sel darah merah. Pada 1985, ilmuwan berhasil membuat EPO sintetis (buatan manusia). EPO ini disuntik di bawah kulit, biasanya sekali seminggu. Namun EPO sangat mahal dan sulit terjangkau di Indonesia.
Sebuah penelitian besar terhadap Odha menemukan bahwa suntikan EPO mengurangi risiko kematian. Sebaliknya, transfusi darah tampaknya meningkatkan risiko kematian. Karena risiko transfusi darah, sebaiknya kita berusaha hindari transfusi untuk mengobati anemia.
Garis Dasar
Anemia menyebabkan kelelahan dan rasa kurang enak. Anemia juga meningkatkan risiko kelanjutan penyakit dan kematian. Anemia dapat disebabkan oleh infeksi HIV atau penyakit lain. Beberapa obat yang dipakai untuk mengobati HIV dan infeksi terkait juga dapat menyebabkan anemia.
Anemia sejak awal adalah masalah untuk Odha. Angka anemia berat menurun secara bermakna di negara maju sejak orang mulai memakai ART. Namun hampir separuh Odha masih mengalami anemia ringan atau sedang.
Mengobati anemia meningkatkan kesehatan dan daya tahan hidup Odha. Memperbaiki perdarahan, atau kekurangan zat besi atau vitamin adalah langkah pertama. Jika memungkinkan, sebaiknya berhenti memakai obat penyebab anemia. Jika perlu, pasien sebaiknya diobati dengan eritropoietin (EPO), atau jika tidak ada pilihan lain, dengan transfusi darah.

Senin, 30 Januari 2012

Nyeri


BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pendahuluan
B.     Definisi
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. Secara umum, nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Akan tetapi, bias tidaknya nyeri dirasakan dan hingga derajat mana nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara system algesia tubuh dan transmisi system saraf serta interpretasi stimulus.

Nosisepsi
System saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus bertugas mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf perifer yang bebas dan tidak bermielin atau sedikit bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus mekanis, suhu, atau kimiawi. Sedangkan proses fisiologis terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses tersebut terdiri atas empat fase, yaitu :
1.      Tranduksi
Pada fase tranduksi, stimulus atau rangsangan yang membahayakan memicu pelepasan mediator biokimia yang mensesitisasi nosiseptor.
2.      Transmisi
Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama, nyeri merambat dari serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Dua jenis serabut nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut adalah serabut C, yang mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, serta serabut A-Delta yang mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Bagian kedua adalah transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus melalui jaras spinotalamikus (spinothalamic tract atau STT). STT merupakan suatu system diskriminatif yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi stimulus ke thalamus. Pada bagian ketiga, sinyal tersebut diteruskan ke korteks sensorik somatic tempat yang dipersepsikan. Impuls yang ditransmisikan melalui STT mengaktifkan respons otonomi dan limbic.
3.      Persepsi
Pada fase ini, individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya persepsi nyeri tersebut terjadi di struktur korteks sehingga memungkinkan munculnya berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri.
4.      Modulasi
Fase ini disebut juga system desenden. Pada fase ini, neuron di batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis. Serabut desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid, serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat impuls asenden yang membahayakan di bagian dorsal medulla spinalis.

Pengalaman nyeri
Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi beberapa hal, yaitu :
1.      Arti nyeri bagi individu
Makna nyeri antara lain berbahaya atau merusak, menunjukkan adanya komplikasi, memerlukan penyembuhan, menyebabkan ketidak mampuan, merupakan hukuman akibat dosa, merupakan sesuatu yang harus ditoleransi. Factor yang mempengaruhi makna nyeri bagi individu antara lain usia, jenis kelamin, latar belakang social budaya, lingkungan, pengalaman nyeri sekarang dan masa lalu.
2.      Persepsi nyeri
Persepsi nyeri, tepatnya pada area korteks, muncul akibat stimulus yang ditransmisikan menuju jaras spinotalamikus dan talamiko kortikalis. Persepsi nyeri ini bersifat objektif, sangat kompleks, dan dipengaruhi factor-faktor yang memicu stimulus bosiseptor dan transmisi impuls nosiseptor, seperti daya reseptif dan interpretasi kortikal. Persepsi nyeri dapat berkurang atau hilang pada periode stress berat atau dalam kedaan emosi. Kerusakan pada ujung saraf dapat memblok nyeri dari sumbernya.
3.      Toleransi terhadap nyeri
Toleransi terhadap nyeri terkait dengan intensitas nyeri yang membuat seseorang mampu menahan nyeri sebelum mencari pertolongan. Tingkat toleransi yang tinggi berarti bahwa individu mampu menahan nyeri yang berat sebelum ia mencari pertolongan. Factor-faktor yang mempengaruhi toleransi terhadap nyeri yaitu :
Toleransi nyeri
Meningkat
Menurun
Alcohol
Obat-obatan
Hypnosis
Panas
Gesekan atau garukan
Pengalihan perhatian
Kepercayaan yang kuat
Capai atau kelelahan
Marah
Kebosanan
Cemas
Nyeri yang kronis
Sakit atau penderitaan
4.      Reaksi terhadap nyeri
Setiap orang memberikan reaksi yang berbeda terhadap nyeri. Ada yang menhadapi rasa nyeri dengan perasaan takut, cemas, dan gelisah, ada pula yang menanggapinya dengan perasaan optimis dan penuh toleransi. Factor yang mempengaruhi reaksi nyeri, yaitu :
a.       Makna nyeri bagi individu
b.      Tingkat persepsi nyeri
c.       Pengalaman masa lalu
d.      Nilai budaya
e.       Harapan social
f.       Kesehatan fisik dan mental
g.      Sikap orang rtua terhadap nyeri
h.      Lokasi nyeri
i.        Perasaan takut dan cemas
j.        Upaya untuk mengurangi respons terhadap stressor
k.      Usia

C.    Jenis dan Bentuk Nyeri
Jenis nyeri
Ada tiga klasifikasi nyeri :
1.      Nyeri perifer
Nyeri perifer ada tiga macam, yaitu :
a.       Nyeri superficial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa.
b.      Nyeri visceral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulai pada reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks.
c.       Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
2.      Nyeri sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak, dan thalamus.
3.      Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain, nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Seringkali nyeri ini muncul karena factor psikologis.
Bentuk nyeri
Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis.
1.      Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. Biasanya gejala mendadak dan penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2.      Nyeri kronis
Nyeri ini biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Sumber nyeri bias diketahui ataupun tidak. Nyeri cenderung hilang dan timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan. Penginderaan nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sulit untuk menunjukkan lokasinya. Dampak dari nyeri kronis antara lain penderita mudah teringgung dan sering mengalami insomnia, akibatnya mereka kurang perhatian, sering merasa putus asa, dan terisolir dari kerabat dan keluarga. Nyeri kronis biasanya hilang timbul pada periode waktu tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri.
Factor yang mempengaruhi nyeri
1.      Etnik dan nilai budaya
Latar belakang etnik dan budaya merupakan factor yang mempengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Contohnya, individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif dalam mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain justru lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain.
2.      Tahap perkembangan
Usia dan dan tahap perkembangan  seseorang merupakan variable penting yang akan mempengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan rasa nyeri dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka. Di sisi lain prevalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit akut ataupun kronis yang mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena penuaan, tetapi efek analgesic yang diberikan menurun karena perubahan fisiologis yang terjadi.
3.      Lingkungan dan individu pendukung
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktifitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu dukungan dari keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi persepsi nyeri individu.
4.      Pengalaman nyeri sebelumnya
Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Selain itu keberhasilan atau kegagalan metode penanganan nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu pada penanganan nyeri saat ini.
5.      Ansietas dan stress
Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.
Cara mengukur intensitas nyeri
Skala nyeri menurut Hayward
Skala
Keterangan
0
Tidak nyeri
1-3
Nyeri ringan
4-6
Nyeri sedang
7-9
Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktifitas yang biasa dilakukan
10
Sangat nyeri dan tidak bias dikontrol
Skala nyeri menurut McGill
Skala
Keterangan
1
Tidak nyeri
2
Nyeri sedang
3
Nyeri berat
4
Nyeri sangat berat
5
Nyeri hebat

D.    Pengkajian
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya pelaksanaan nyeri yang efektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua factor yang mempengaruhi nyeri seperti factor fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua kompenen utama yaitu :
a.       Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien.
b.      Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien.
Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjektif.
Mnemonic untuk pengkajian nyeri.
P
Provoking atau pemicu yaitu factor yang memicu timbulnya nyeri
Q
Quality atau kualitas nyeri
R
Region atau daerah perjalanan ke daerah lain
S
Severity atau keganasan, yaitu intensitasnya
T
Time atau waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan, dan sebab

Riwayat nyeri
Secara umum pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, yaitu :
1.      Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini bisa dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien bisa menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri.
2.      Intensitas nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk menetukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10. Angka 0 menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi menandakan nyeri yang hebat.
3.      Kualitas nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-tusuk”. Perawat  perlu mencatat kata-kata yang digunakan pasien untuk menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang diambil.
4.      Pola
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri. Perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.
5.      Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala itu bisa disebabkan oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
6.      Factor presipitasi
Terkadang aktifitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri, seperti aktifitas yang berta dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu factor lingkungan, stressor fisik, dan emosional juga dapat memicu nyeri.
7.      Pengaruh pada aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktifitas harian klien akan membantu perawat memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktifitas di rumah, aktifitas di waktu senggang, serta status emosional.
8.      Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama atau budaya.
9.      Respons afektif
Respons afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan banyak factor lain. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri pasien.
Observasi respons perilaku dan fisiologis
Banyak respons non verbal yang bisa dijadikan indicator nyeri. Salah satunya yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau membuka mata lebar-lebar, mengigiti bibir bawah, dan seringai wajah dapat mengindikasikan nyeri. Perilaku lain yaitu vokalisasi, immobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa tujuan, dll. Sedangkan respons fisiologis bergantung pada durasi dan sumber nyeri. Pada awal awitan nyeri akut, respons fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah, nadi, dan pernapasan, diaphoresis, serta dilatasi pupil akibat terstimulasinya system saraf simpatis. Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama, dan saraf simpatis telah beradaptasi, respons fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada. Karenanya, perawat penting untuk mengkaji lebih dari satu respons fisiologis sebab bisa terjadi respons tersebut merupakan indicator yang buruk untuk nyeri.

Penetapan diagnosis
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan adalah :
1.      Nyeri akt
2.      Nyeri kronis
Saat menuliskan pernyataan diagnostic, perawat harus menyebutkan lokasinya. Lebih lanjut, karena nyeri dapat mempengaruhi banyak aspek fungsi individu, kondisi tersebut pula menjadi etiologi untuk diagnosis keperawatan lain seperti ketidakefektifan bersihan jalan napas, ansietas, ketidakefektifan koping, dll.

E.     Perencanaan dan Implementasi
Tujuan asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami ketidaknyamanan atau nyeri bervariasi, bergantung pada diagnosis dan batasan karakteristiknya.
1.      Nyeri akut
Yang berhubungan dengan :
a.       Trauma pada perineum selama persalinan dan pelahiran
b.      Trauma jaringan dan reflex spame otot, sekunder akibat gangguan musculoskeletal, gangguan visceral, kanker, gangguan vascular
c.       Inflamasi
d.      Efek kanker
e.       Kram abdomen, diare, muntah, sekunder akibat (gastroenteritis, influenza, ulkus lambung)
f.       Inflamasi dan spasme otot polos, sekunder akibat (batu ginjal, infeksi pencernaan)
g.      Trauma jaringan dan spasme otot reflex, sekunder akibat (pembedahan, kecelakaan, terbakar, tes diagnostik)
h.      Demam
i.        Respons alergi
j.        Iritan kimia

Kriteria hasil
Individu akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan pereda nyeri yang diberikan yang ditandai dengan (sebutkan)

Intervensi umum
1.      Kaji factor yang dapat menurunkan toleransi nyeri.
2.      Kurangi atau hilangkan factor yang dapat meningkatkan nyeri.
3.      Kolaborasikan bersama pasien untuk menentukan metode mana yang dapat dipergunakan untuk mengurangi intensitas nyeri.
4.      Beri pereda nyeri yang optimal bersama analgesic yang diresepkan.
5.      Kaji respon pasien terhadap obat-obat pereda nyeri.
6.      Bantu keluarga berespon positif terhadap pengalaman nyeri pasien.
7.      Dorong klien untuk mendiskusikan nyeri yang dialami

Rasional
1.      Jika klien harus meyakinkan tenaga kesehatan bahwa dia merasa nyeri, kecemasannya akan semakin meningkat dan akan meningkatkan persepsi nyerinya.
2.      Penggunaan metode pereda nyeri noninvasive dapat meningkatkan efek terapeutik obat-obat pereda nyeri.
3.      Tidur yang tidak mencukupi dapat menurunkan kemampuan individual untuk menoleransi nyeri dan menguras energy yang mereka butuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan social.
4.      Penatalaksanaan nyeri seharusnya dilakukan secara agresif dan individual untuk menhilangkan nyeri yang tidak perlu. Salah satunya dengan membri obat sesuai jadwal pada periode awal pascaoperasi bukan memberikannya pada saat dibutuhkan.
5.      Berbagai metode perilaku bertujuan memodifikasi reaksi fisiologis terhadap nyeri. Contoh metode tersebut yaitu relaksasi, meditasi, terapi music, hipnotis, dan umpan balik biologis.
6.      Relaksasi dan imajinasi terbimbing cukup efektif dalam mengatasi nyeri, yakni dengan meningkatkan perasaan control, mengurangi perasaan tidak berdaya dan putus asa, menjadi metode pengalih yang menenangkan, serta menganggu siklus nyeri-ansietas-ketegangan.

DAFTAR PUSTAKA
Roper, N. (2002). Prinsip-prinsip keperawatan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
Tarwoto, W. (2003). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba     Medica.
Kozier, B. (2004). Fundamentals of Nursing : Concepts, process, and practice. (ed.7). New Jersey : Prentice Hall.
Carpenito, L. J. (2002). Nursing Diagnosis : Application to clinical practice. (ed.9). Philadelphia : Lippicont.