Pengertian : Keadaan individu yang mengalami kelebihan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolic. Tujuan : Mengatasi masalah kelebihan nutrisi Kriteria ; BB dalam rentang normal Pola aktivitas meningkat dan sesuai dengan asupan kalori Hasil laboratorium indicator status nutrisi dalam rentang normal (albumin, Hb, glukosa)
Diagnosa Keperawatan : Perubahan nurisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. - Asupan yang berlebih - Pola makan disfungsional - Kurangnya latihan fisik Tindakan Keperawatan : - Kaji factor yang berkaitan dengan kenaikan berat badan klien - Bantu pasien untuk menyesuaikan diit dengan gaya hidup dan tingkat aktivitas - Ajarkan pola nutrisi dan pola aktivitas yang sesuai dengan klien - Lakukan penimbangan berat badan - Jelaskan pada klien dan keluarga jenis nutrisi yang sesuai untuk klien Kolaborasi : - Berikan terapi medikamentosa sesuai program
Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006).
Rumusan diagnosis menurut Keliat (2006) dapat berupa:
Problem (masalah): nama atau label diagnosa.
Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari pengkajian.
Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan.
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu:
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
Data yang dapat dikumpulkan adalah:
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
Diagnosa keperawatan: Berduka disfungsional
Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang dirasakan dimana individu tetap terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode waktu yang terlalu lama, atau gejala berduka yang normal menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat yang mengganggu fungsi kehidupan.
Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”)
Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk individu
Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan multiple yang belum terselesaikan)
Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan
Tidak adanya antisipasi proses berduka
Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan konsep kehilangan.
Gangguan pola tidur adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami, Perubahan jumlah/kualitas pola tidur dan istirahat sehubungan dengan keadaan biologis atau kebutuhan emosi.
Kecemasan merupakan hal yang normal terjadi pada setiap individu, reaksi umum terhadap stress kadang dengan disertai kemunculan kecemasan. Namun kecemasan itu dikatakan menyimpang bila individu tidak dapat meredam (merepresikan) rasa cemas tersebut dalam situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan yang berarti.
Kecemasan dapat muncul pada situasi tertentu seperti berbicara didepan umum, tekanan pekerjaan yang tinggi, menghadapi ujian. Situasi-situasi tersebut dapat memicu munculnya kecemasan bahkan rasa takut. Namun, gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas tersebut terus berlangsung lama, terjadi perubahan perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme tubuh.
ASUHAN KEPERAWATAN
Sebelum memberikan terapi wicara pada pasien, penting dalam melakukan pengkajian
dan menentukan jenis/macam gangguan wicara. Dalam proses pengkajian ini peran
perawat sangatlah penting, walaupun dalam pelaksanaan terapi wicara merupakan
tindakan kolaborasi, perawat tetap dituntut dapat melakukan pengkajian yang tepat, cepat
dan cermat sehingga dapat didentifikasi jenis gangguan wicara dengan tepat.
(http://www.holistic-online.com/Remedies/Heart/stroke_conv_rehab.htm,)
Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan sebelum, selama dan sesudah dilakukan terapi wicara,
meliputi:
kInfeksi
adalah suatu kondisi penyakit akibat masuknya kuman pathogen atau
mikroorganisme lain ke dalam tubuh sehingga menimbulkan gejala tertentu.
Apabila pada suatu jaringan terdapat jejas akibat trauma, bakteri, panas,
ataupun bahan kimia, pada jaringan tersebut akan terjadi perubahan sekunder
yang disebut peradangan.
A.Mekanisme
pertahanan tubuh terhadap infeksi
Normalnya,
individu memiliki mekanisme pertahanan yang akan melindungi tubuh dari infeksi.
Mekanisme pertahanan tersebut digolongkan menjadi dua yaitu :
1.Nonspesifik
Meliputi barier
anatomis dan fisiologis serta respons inflamasi.
a.Barier anatomis dan
fisiologis
Kulit dan
membrane mukosa yang utuh merupakan garis pertahanan pertama terhadap
mikroorganisme. Sekresi normal yang bersifat asam pada kulit dapat mencegah
pertumbuhan bakteri.
b.Respons inflamasi
Inflamasi adalah
status respons pertahanan yang sifatnya local dan nonspesifik terhadap agens
infeksius. Respons ini dicirikan dengan 5 tanda yaitu nyeri, bengkak,
kemerahan, panas, dan kerusakan fungsi pada bagian tersebut. Agens penyebab
cedera dikategorikan menjadi agens fisik, agens kimia, dan mikroorganisme.
Secara umum respons inflamasi dibagi atas 3 tahap yaitu, respons vascular dan
seluler, produksi eksudat, dan fase perbaikan.
Kolesistitis adalah radang
kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut
dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas,
nyeri tekan dan panas
badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001). Kolesistitis Akut adalah peradangan
dari dinding kandung empedu, biasanya
merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara
tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa (www.medicastore.com). Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding
kandung empedu,
yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat
(www.medicastore.com). Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu
(biasanya untuk relief batu empedu
sakit)
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin. Penyakit ini menjadi beban besar bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian di Indonesia baik secara langsung melalui komplikasi-komplikasinya. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak yaitu luka. Luka diabetes yang tidak dirawat dengan baik akan berkembang menjadi ulkus gangren. Gangren diabetes memiliki laju amputasi yang cukup tinggi berkisar antara 15-30% sedangakan angka kematian berkisar antara 17-32%.
Immobilisasi
merupakan suatu keadaan di mana
seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang
mengganggu pergerakan atau aktifitas misalnya pada ekstremitas, dan sebagainya.
B.Definisi
Immobilisasi
merupakan suatu kondisi yang relative. Maksudnya, individu tidak hanya
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya. Ada beberapa alas an dilakukannya
imobilisasi :
1.Pembatasan
gerak yang bertujuan untuk pengobatan atau terapi.
2.Keharusan,
ini biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan primer.
3.Pembatasan
secara otomatis sampai dengan gaya hidup.
Jenis
imobilisasi
Secara
umum ada beberapa macam imobilisasi yaitu :
1.Imobilisasi
fisik
Kondisi ketika seseorang mengalami
keterbatasan fisik yang disebabkan oleh factor lingkungan maupun kondisi orang
tersebut.
2.Imobilisasi
intelektual
Kondisi ini disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
3.Imobilisasi
emosional
Kondisi ini bisa terjadi akibat
proses pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai.
4.Imobilisasi
sosial
Kondisi ini bisa menyebabkan
penurunan interaksi sosial yang sering terjadi akibat penyakit.
Anemia adalah kekurangan hemoglobin (Hb). Hb adalah protein dalam sel darah merah, yang mengantar oksigen dari paru ke bagian tubuh yang lain.
Anemia menyebabkan kelelahan, sesak napas dan kepusingan. Orang dengan anemia merasa badannya kurang enak dibandingkan orang dengan tingkat Hb yang wajar. Mereka merasa lebih sulit untuk bekerja. Artinya mutu hidupnya lebih rendah.
Tingkat Hb diukur sebagai bagian dari tes darah lengkap (complete blood count/CBC). LihatLembaran Informasi (LI) 121 untuk informasi lebih lanjut tentang tes laboratorium ini.
Anemia didefinisikan oleh tingkat Hb. Sebagian besar dokter sepakat bahwa tingkat Hb di bawah 6,5 menunjukkan anemia yang gawat. Tingkat Hb yang normal adalah sedikitnya 12 untuk perempuan dan 14 untuk laki-laki.
Secara keseluruhan, perempuan mempunyai tingkat Hb yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Begitu juga dengan orang yang sangat tua atau sangat muda.
Apa Penyebab Anemia?
Sumsum tulang membuat sel darah merah. Proses ini membutuhkan zat besi, serta vitamin B12 dan asam folat. Eritropoietin (EPO) merangsang pembuatan sel darah merah. EPO adalahhormon yang dibuat oleh ginjal.
Anemia dapat terjadi bila tubuh kita tidak membuat sel darah merah secukupnya. Anemia juga disebabkan kehilangan atau kerusakan pada sel tersebut. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan anemia:
Kekurangan zat besi, vitamin B12 atau asam folat. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan jenis anemia yang disebut megaloblastik, dengan sel darah merah yang besar berwarna muda (lihat LI 121)
Kerusakan pada sumsum tulang atau ginjal
Kehilangan darah akibat perdarahan dalam atau siklus haid perempuan
Penghancuran sel darah merah (anemia hemolitik)
Infeksi HIV dapat menyebabkan anemia. Begitu juga banyak infeksi oportunistik (lihat LI 500) terkait dengan penyakit HIV.
Beberapa obat yang umumnya dipakai untuk mengobati HIV dan infeksi terkait dapat menyebabkan anemia.
Anemia dan HIV
Dahulu, anemia berat jauh lebih umum. Lebih dari 80% yang didiagnosis AIDS mengalami anemia dengan tingkat tertentu. Orang dengan penyakit HIV lebih lanjut, atau dengan jumlah CD4 lebih rendah, lebih mungkin mengalami anemia.
Angka anemia menurun setelah Odha mulai memakai terapi antiretroviral (ART). Anemia berat jarang terjadi di negara maju. Namun ART belum memberantas anemia. Satu penelitian besar menemukan bahwa kurang lebih 46% pasien mempunyai anemia ringan atau sedang, walaupun sudah memakai ART selama satu tahun.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan angka anemia semakin tinggi pada Odha:
Memakai pengobatan untuk hepatitis C (lihat LI 680)
Pada perempuan
Kelanjutan penyakit HIV kurang lebih lima kali lebih umum pada orang dengan anemia. Anemia juga dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Mengobati anemia tampaknya dapat menghapuskan risiko ini.
Bagaimana Anemia Diobati?
Mengobati anemia tergantung pada penyebabnya.
Pertama, mengobati perdarahan kronis. Ini mungkin perdarahan dalam, wasir, atau bahkan sering mimisan
Kemudian, memperbaiki kelangkaan zat besi, vitamin B12 atau asam folat, jika ada
Berhenti memakai, atau mengurangi takaran obat penyebab anemia
Pendekatan ini mungkin tidak berhasil. Mungkin mustahil berhenti memakai semua obat yang menyebabkan anemia. Dua pengobatan lain adalah transfusi darah dan suntikan EPO.
Transfusi darah dahulu satu-satunya pengobatan untuk anemia berat. Namun, transfusi darah dapat menyebabkan infeksi dan menekan sistem kekebalan tubuh. Transfusi darah tampaknya mengakibatkan kelanjutan penyakit HIV yang lebih cepat dan meningkatkan risiko kematian pada Odha.
EPO (eritropoietin) merangsang pembuatan sel darah merah. Pada 1985, ilmuwan berhasil membuat EPO sintetis (buatan manusia). EPO ini disuntik di bawah kulit, biasanya sekali seminggu. Namun EPO sangat mahal dan sulit terjangkau di Indonesia.
Sebuah penelitian besar terhadap Odha menemukan bahwa suntikan EPO mengurangi risiko kematian. Sebaliknya, transfusi darah tampaknya meningkatkan risiko kematian. Karena risiko transfusi darah, sebaiknya kita berusaha hindari transfusi untuk mengobati anemia.
Garis Dasar
Anemia menyebabkan kelelahan dan rasa kurang enak. Anemia juga meningkatkan risiko kelanjutan penyakit dan kematian. Anemia dapat disebabkan oleh infeksi HIV atau penyakit lain. Beberapa obat yang dipakai untuk mengobati HIV dan infeksi terkait juga dapat menyebabkan anemia.
Anemia sejak awal adalah masalah untuk Odha. Angka anemia berat menurun secara bermakna di negara maju sejak orang mulai memakai ART. Namun hampir separuh Odha masih mengalami anemia ringan atau sedang.
Mengobati anemia meningkatkan kesehatan dan daya tahan hidup Odha. Memperbaiki perdarahan, atau kekurangan zat besi atau vitamin adalah langkah pertama. Jika memungkinkan, sebaiknya berhenti memakai obat penyebab anemia. Jika perlu, pasien sebaiknya diobati dengan eritropoietin (EPO), atau jika tidak ada pilihan lain, dengan transfusi darah.
Nyeri
adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang
mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. Secara
umum, nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan
maupun berat. Akan tetapi, bias tidaknya nyeri dirasakan dan hingga derajat
mana nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara system algesia
tubuh dan transmisi system saraf serta interpretasi stimulus.
Nosisepsi
System
saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus bertugas
mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas,
dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri
disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf perifer yang bebas
dan tidak bermielin atau sedikit bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat
dirangsang oleh stimulus mekanis, suhu, atau kimiawi. Sedangkan proses
fisiologis terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses tersebut terdiri atas empat
fase, yaitu :
1.Tranduksi
Pada fase tranduksi, stimulus atau
rangsangan yang membahayakan memicu pelepasan mediator biokimia yang
mensesitisasi nosiseptor.
2.Transmisi
Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga
bagian. Bagian pertama, nyeri merambat dari serabut saraf perifer ke medulla
spinalis. Dua jenis serabut nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut
adalah serabut C, yang mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, serta
serabut A-Delta yang mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Bagian
kedua adalah transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan
thalamus melalui jaras spinotalamikus (spinothalamic tract atau STT). STT
merupakan suatu system diskriminatif yang membawa informasi mengenai sifat dan
lokasi stimulus ke thalamus. Pada bagian ketiga, sinyal tersebut diteruskan ke
korteks sensorik somatic tempat yang dipersepsikan. Impuls yang ditransmisikan
melalui STT mengaktifkan respons otonomi dan limbic.
3.Persepsi
Pada fase ini, individu mulai menyadari
adanya nyeri. Tampaknya persepsi nyeri tersebut terjadi di struktur korteks
sehingga memungkinkan munculnya berbagai strategi perilaku kognitif untuk
mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri.
4.Modulasi
Fase ini disebut juga system desenden.
Pada fase ini, neuron di batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke
medulla spinalis. Serabut desenden tersebut melepaskan substansi seperti
opioid, serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat impuls asenden yang
membahayakan di bagian dorsal medulla spinalis.
Pengalaman
nyeri
Pengalaman
nyeri seseorang dipengaruhi beberapa hal, yaitu :
1.Arti
nyeri bagi individu
Makna nyeri antara lain berbahaya atau
merusak, menunjukkan adanya komplikasi, memerlukan penyembuhan, menyebabkan
ketidak mampuan, merupakan hukuman akibat dosa, merupakan sesuatu yang harus
ditoleransi. Factor yang mempengaruhi makna nyeri bagi individu antara lain
usia, jenis kelamin, latar belakang social budaya, lingkungan, pengalaman nyeri
sekarang dan masa lalu.
2.Persepsi
nyeri
Persepsi nyeri, tepatnya pada area
korteks, muncul akibat stimulus yang ditransmisikan menuju jaras spinotalamikus
dan talamiko kortikalis. Persepsi nyeri ini bersifat objektif, sangat kompleks,
dan dipengaruhi factor-faktor yang memicu stimulus bosiseptor dan transmisi
impuls nosiseptor, seperti daya reseptif dan interpretasi kortikal. Persepsi
nyeri dapat berkurang atau hilang pada periode stress berat atau dalam kedaan
emosi. Kerusakan pada ujung saraf dapat memblok nyeri dari sumbernya.
3.Toleransi
terhadap nyeri
Toleransi terhadap nyeri terkait dengan
intensitas nyeri yang membuat seseorang mampu menahan nyeri sebelum mencari
pertolongan. Tingkat toleransi yang tinggi berarti bahwa individu mampu menahan
nyeri yang berat sebelum ia mencari pertolongan. Factor-faktor yang
mempengaruhi toleransi terhadap nyeri yaitu :
Toleransi nyeri
Meningkat
Menurun
Alcohol
Obat-obatan
Hypnosis
Panas
Gesekan atau garukan
Pengalihan
perhatian
Kepercayaan
yang kuat
Capai atau
kelelahan
Marah
Kebosanan
Cemas
Nyeri yang
kronis
Sakit atau
penderitaan
4.Reaksi terhadap nyeri
Setiap orang memberikan
reaksi yang berbeda terhadap nyeri. Ada yang menhadapi rasa nyeri dengan perasaan
takut, cemas, dan gelisah, ada pula yang menanggapinya dengan perasaan optimis
dan penuh toleransi. Factor yang mempengaruhi reaksi nyeri, yaitu :
a.Makna nyeri bagi individu
b.Tingkat persepsi nyeri
c.Pengalaman masa lalu
d.Nilai budaya
e.Harapan social
f.Kesehatan fisik dan mental
g.Sikap orang rtua terhadap nyeri
h.Lokasi nyeri
i.Perasaan takut dan cemas
j.Upaya untuk mengurangi respons terhadap
stressor
k.Usia
C.Jenis
dan Bentuk Nyeri
Jenis
nyeri
Ada
tiga klasifikasi nyeri :
1.Nyeri perifer
Nyeri perifer ada tiga
macam, yaitu :
a.Nyeri superficial, yaitu nyeri yang
muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa.
b.Nyeri visceral, yaitu rasa nyeri yang
muncul akibat stimulai pada reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium, dan
toraks.
c.Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada
daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
2.Nyeri sentral
Nyeri yang muncul
akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak, dan thalamus.
3.Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak
diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain, nyeri ini timbul akibat pikiran
si penderita sendiri. Seringkali nyeri ini muncul karena factor psikologis.
Bentuk
nyeri
Secara
umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis.
1.Nyeri akut
Nyeri ini biasanya
berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. Biasanya gejala mendadak dan penyebab
serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan
tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2.Nyeri kronis
Nyeri ini biasanya
berlangsung lebih dari 6 bulan. Sumber nyeri bias diketahui ataupun tidak.
Nyeri cenderung hilang dan timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan.
Penginderaan nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sulit untuk
menunjukkan lokasinya. Dampak dari nyeri kronis antara lain penderita mudah
teringgung dan sering mengalami insomnia, akibatnya mereka kurang perhatian,
sering merasa putus asa, dan terisolir dari kerabat dan keluarga. Nyeri kronis
biasanya hilang timbul pada periode waktu tertentu. Ada kalanya penderita
terbebas dari rasa nyeri.
Factor
yang mempengaruhi nyeri
1.Etnik dan nilai budaya
Latar belakang etnik
dan budaya merupakan factor yang mempengaruhi reaksi terhadap nyeri dan
ekspresi nyeri. Contohnya, individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif
dalam mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain justru lebih
memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain.
2.Tahap perkembangan
Usia dan dan tahap
perkembanganseseorang merupakan
variable penting yang akan mempengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri.
Dalam hal ini anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan rasa nyeri
dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri
untuk mereka. Di sisi lain prevalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi
karena penyakit akut ataupun kronis yang mereka derita. Walaupun ambang batas
nyeri tidak berubah karena penuaan, tetapi efek analgesic yang diberikan
menurun karena perubahan fisiologis yang terjadi.
3.Lingkungan dan individu pendukung
Lingkungan yang asing,
tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktifitas yang tinggi di
lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu dukungan dari keluarga
dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi persepsi
nyeri individu.
4.Pengalaman nyeri sebelumnya
Pengalaman masa lalu
juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaannya terhadap
nyeri. Selain itu keberhasilan atau kegagalan metode penanganan nyeri
sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu pada penanganan nyeri
saat ini.
5.Ansietas dan stress
Ansietas sering kali
menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan
ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat
memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka
mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut
dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.
Cara
mengukur intensitas nyeri
Skala
nyeri menurut Hayward
Skala
Keterangan
0
Tidak nyeri
1-3
Nyeri ringan
4-6
Nyeri sedang
7-9
Sangat nyeri,
tetapi masih dapat dikontrol dengan aktifitas yang biasa dilakukan
10
Sangat nyeri
dan tidak bias dikontrol
Skala
nyeri menurut McGill
Skala
Keterangan
1
Tidak nyeri
2
Nyeri sedang
3
Nyeri berat
4
Nyeri sangat
berat
5
Nyeri hebat
D.Pengkajian
Pengkajian
nyeri yang akurat penting untuk upaya pelaksanaan nyeri yang efektif. Karena
nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada
masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua factor yang
mempengaruhi nyeri seperti factor fisiologis, psikologis, perilaku, emosional,
dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua kompenen utama yaitu :
a.Riwayat nyeri untuk mendapatkan data
dari klien.
b.Observasi langsung pada respons perilaku
dan fisiologis klien.
Tujuan
pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman
subjektif.
Mnemonic
untuk pengkajian nyeri.
P
Provoking atau
pemicu yaitu factor yang memicu timbulnya nyeri
Q
Quality atau
kualitas nyeri
R
Region atau
daerah perjalanan ke daerah lain
S
Severity atau
keganasan, yaitu intensitasnya
T
Time atau
waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan, dan sebab
Riwayat
nyeri
Secara
umum pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, yaitu :
1.Lokasi
Untuk menentukan lokasi
nyeri yang spesifik, minta klien menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini bisa
dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien bisa menandai bagian tubuh yang
mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki
lebih dari satu sumber nyeri.
2.Intensitas nyeri
Penggunaan skala
intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk menetukan
intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah
rentang 0-5 atau 0-10. Angka 0 menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka
tertinggi menandakan nyeri yang hebat.
3.Kualitas nyeri
Terkadang nyeri bisa
terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-tusuk”. Perawatperlu mencatat kata-kata yang digunakan
pasien untuk menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat dapat
berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang
diambil.
4.Pola
Pola nyeri meliputi
waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri. Perawat perlu
mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri
berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.
5.Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi
mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala itu bisa disebabkan oleh awitan nyeri
atau oleh nyeri itu sendiri.
6.Factor presipitasi
Terkadang aktifitas
tertentu dapat memicu munculnya nyeri, seperti aktifitas yang berta dapat
menimbulkan nyeri dada. Selain itu factor lingkungan, stressor fisik, dan emosional
juga dapat memicu nyeri.
7.Pengaruh pada aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui
sejauh mana nyeri mempengaruhi aktifitas harian klien akan membantu perawat
memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu
dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan,
hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktifitas di rumah, aktifitas di
waktu senggang, serta status emosional.
8.Sumber koping
Setiap individu
memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut
dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama atau
budaya.
9.Respons afektif
Respons afektif klien
terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat dan durasi nyeri,
interpretasi tentang nyeri, dan banyak factor lain. Perawat perlu mengkaji
adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri
pasien.
Observasi
respons perilaku dan fisiologis
Banyak
respons non verbal yang bisa dijadikan indicator nyeri. Salah satunya yang
paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat
atau membuka mata lebar-lebar, mengigiti bibir bawah, dan seringai wajah dapat
mengindikasikan nyeri. Perilaku lain yaitu vokalisasi, immobilisasi bagian
tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa tujuan, dll. Sedangkan respons
fisiologis bergantung pada durasi dan sumber nyeri. Pada awal awitan nyeri
akut, respons fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah, nadi, dan
pernapasan, diaphoresis, serta dilatasi pupil akibat terstimulasinya system
saraf simpatis. Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama, dan saraf simpatis
telah beradaptasi, respons fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau
bahkan tidak ada. Karenanya, perawat penting untuk mengkaji lebih dari satu
respons fisiologis sebab bisa terjadi respons tersebut merupakan indicator yang
buruk untuk nyeri.
Penetapan
diagnosis
Menurut
NANDA (2003), diagnosis keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan adalah :
1.Nyeri akt
2.Nyeri kronis
Saat
menuliskan pernyataan diagnostic, perawat harus menyebutkan lokasinya. Lebih
lanjut, karena nyeri dapat mempengaruhi banyak aspek fungsi individu, kondisi
tersebut pula menjadi etiologi untuk diagnosis keperawatan lain seperti
ketidakefektifan bersihan jalan napas, ansietas, ketidakefektifan koping, dll.
E.Perencanaan
dan Implementasi
Tujuan
asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami ketidaknyamanan atau nyeri
bervariasi, bergantung pada diagnosis dan batasan karakteristiknya.
1.Nyeri akut
Yang berhubungan dengan
:
a.Trauma pada perineum selama persalinan
dan pelahiran
b.Trauma jaringan dan reflex spame otot,
sekunder akibat gangguan musculoskeletal, gangguan visceral, kanker, gangguan
vascular
c.Inflamasi
d.Efek kanker
e.Kram abdomen, diare, muntah, sekunder
akibat (gastroenteritis, influenza, ulkus lambung)
f.Inflamasi dan spasme otot polos,
sekunder akibat (batu ginjal, infeksi pencernaan)
g.Trauma jaringan dan spasme otot reflex,
sekunder akibat (pembedahan, kecelakaan, terbakar, tes diagnostik)
h.Demam
i.Respons alergi
j.Iritan kimia
Kriteria
hasil
Individu
akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan pereda nyeri yang diberikan yang
ditandai dengan (sebutkan)
Intervensi
umum
1.Kaji factor yang dapat menurunkan
toleransi nyeri.
2.Kurangi atau hilangkan factor yang dapat
meningkatkan nyeri.
3.Kolaborasikan bersama pasien untuk
menentukan metode mana yang dapat dipergunakan untuk mengurangi intensitas
nyeri.
4.Beri pereda nyeri yang optimal bersama
analgesic yang diresepkan.
5.Kaji respon pasien terhadap obat-obat
pereda nyeri.
6.Bantu keluarga berespon positif terhadap
pengalaman nyeri pasien.
7.Dorong klien untuk mendiskusikan nyeri
yang dialami
Rasional
1.Jika klien harus meyakinkan tenaga
kesehatan bahwa dia merasa nyeri, kecemasannya akan semakin meningkat dan akan
meningkatkan persepsi nyerinya.
2.Penggunaan metode pereda nyeri
noninvasive dapat meningkatkan efek terapeutik obat-obat pereda nyeri.
3.Tidur yang tidak mencukupi dapat
menurunkan kemampuan individual untuk menoleransi nyeri dan menguras energy
yang mereka butuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan social.
4.Penatalaksanaan nyeri seharusnya
dilakukan secara agresif dan individual untuk menhilangkan nyeri yang tidak
perlu. Salah satunya dengan membri obat sesuai jadwal pada periode awal
pascaoperasi bukan memberikannya pada saat dibutuhkan.
5.Berbagai metode perilaku bertujuan
memodifikasi reaksi fisiologis terhadap nyeri. Contoh metode tersebut yaitu
relaksasi, meditasi, terapi music, hipnotis, dan umpan balik biologis.
6.Relaksasi dan imajinasi terbimbing cukup
efektif dalam mengatasi nyeri, yakni dengan meningkatkan perasaan control,
mengurangi perasaan tidak berdaya dan putus asa, menjadi metode pengalih yang
menenangkan, serta menganggu siklus nyeri-ansietas-ketegangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Roper,
N. (2002). Prinsip-prinsip keperawatan. Yogyakarta : Yayasan Essentia
Medica.
Tarwoto,
W. (2003). KebutuhanDasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta : SalembaMedica.
Kozier,
B. (2004). Fundamentalsof Nursing : Concepts, process, and practice.
(ed.7). New Jersey : Prentice Hall.
Carpenito,
L. J. (2002). Nursing Diagnosis : Application to clinical practice.
(ed.9). Philadelphia : Lippicont.